Imam Jawad, Teladan Keutamaan Ilmu dan Ahlak

Syiahindonesia.id – Di bulan Rajab lahir pula manusia-manusia suci dan besar di sejarah umat Islam. Salah satunya adalah Imam Mohammad Jawad as.

Imam Muhammad Jawad lahir pada bulan Rajab 195 H dan mereguk cawan syahadat pada hari terakhir bulan Dzulqaidah tahun 220 H. Beliau menjadi imam di usia delapan tahun melanjutkan ayahnya yang syahid.

Imam Jawad sebagaimana ayahnya Imam Ridha memainkan peran penting dalam menjaga dan menyebarkan nilai-nilai agama Islam di tengah masyarakat. Beliau menyebarkan ilmu al-Quran, akidah, fiqh, hadis, dan ilmu keislaman lainnya. Salah satunya mengenai tafsir al-Quran. Imam Jawab menjawab pertanyaan mengenai makna dan tafsir sejumlah ayat al-Quran.

Imam Jawad memang berumur belia saat meninggalkan dunia yang fana. Namun usia 25 tahun yang beliau lewati telah meninggalkan warisan ilmu dan khazanah hikmah yang tak terbatas. Sejarah menyebutkan nama 150 orang yang pernah berguru kepada Imam Jawad as dan mendapat bimbingan beliau. Diantara mereka, nampak nama-nama para tokoh yang dikenal figur besar di bidang keilmuan dan fiqh.

Imam Jawad memiliki kepedulian yang besar kepada masalah ilmu dan pendidikan. Beliau pernah berkata, “Tuntutlah ilmu sebab mencari ilmu adalah kewajiban bagi semua orang. Ilmu mempererat jalinan antara saudara seagama dan simbol kemuliaan. Ilmu adalah buah yang paling sesuai untuk hidangan sebuah pertemuan. Ilmu adalah kawan dalam perjalanan dan penghibur dalam keterasingan dan kesendirian.”

Beliau dalam sebuah riwayat mengatakan, “Empat hal yang menjadi faktor keberhasilan orang dalam melakukan perbuatan baik dan amal salih adalah kesehatan, kekuatan, ilmu dan taufik dari Allah Swt.”

Keutamaan ilmu dan kemuliaan akhlak Imam Jawad begitu harum semerbak di tengah masyarakat, hingga penguasa yang merasa terancam dengan popularitas sang Imam merancang sebuah konspirasi untuk menjatuhkan citra beliau. Pada hari yang telah ditentukan, penguasa Abbasiyah bersama Yahya bin Aktsam memasuki majelis besar yang dihadiri oleh orang-orang terhormat, bangsawan, dan para pejabat pemerintahan. Kemudian, datanglah Imam Jawad as ke majelis itu. Orang-orang yang hadir di dalam majelis itu berdiri menyambut kedatangan beliau.

Makmun berkata kepada Imam Jawad, “Yahya bin Aktsam ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu.” “Silahkan bertanya apa pun yang ia ingin ditanyakan”, jawab Imam Jawad. Yahya mulai melontarkan pertanyaannya kepada Imam, “Apa pendapatmu tentang orang yang mengenakan pakaian Ihram dan berziarah ke Ka’bah, pada saat yang sama ia juga pergi berburu dan membunuh seekor binatang di sana?”

Imam Al-Jawad berkata, “Wahai Yahya, kau telah menanyakan sebuah masalah yang masih sangat umum. Mana yang sebenarnya ingin kau tanyakan; apakah orang itu berada di dalam Tanah Haram atau di luar? Apakah ia tahu dan mengerti tentang larangan perbuatan itu atau tidak? Apakah dia membunuh binatang itu dengan sengaja atau tidak? Apakah dia itu seorang budak atau seorang merdeka? Apakah pelaku perbuatan itu menyesali perbuatannya atau tidak? Apakah kejadian ini terjadi pada malam atau siang hari? Apakah perbuatannya itu untuk yang pertama kali atau kedua kalinya atau ketiga kalinya? Apakah binatang buruan itu sejenis burung atau bukan? Apakah binatang buruan itu besar atau kecil?”

Mendengar jawaban dari Imam Jawad yang saat ini berusia sangat muda, Yahya bin Aktsam, takjub dan dari raut mukanya terlihat ketidakberdayaannya. Ia pun mengakui keilmuan Imam Jawad.

Imam Jawad juga memiliki sahabat dan murid-murid yang berjasa dalam penyebaran keilmuan Islam. Di antaranya adalah Muhammad Bin Khalid Barqi yang menulis sejumlah karya di bidang tafsir al-Quran, sejarah, sastra, ilmu hadis dan lainnya. [Sumber: AlHassanain.org]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *