Siapakah yang Harus dilawan?
Siapakah yang Harus dilawan?
Yahudi atau Israel ?
Dialog dan Perlawanan
Masih ada kalangan yang belum bisa membadakan antara Yahudi dan Israel sehingga muncul kerancuan dalam diri mereka yang terimplementasikan dalam ucapan dan sikap mereka terhadap permasalahan yang menyangkut Palestina dan al Quds. Siapa yang harus kita lawan dan kita kutuk ? Yahudi atau Israel ?
Tulisan ini tidak akan membahas dua diksi itu secara mendalam dan ilmiah, tapi sekedar mencoba untuk menjelaskannya secara ringkas. Setelah itu, apa pilihan tepat yang perlu dilakukan dan disikapi oleh kita sebagai umat Islam terhadap problema Paletina dan al Quds.
Terdapat pergeseran, bahkan perubahan, yang jauh dalam memaknai diksi “ Yahudi “ dan diski “ Israel “, sehingga menyebabkan kesalahan dalam bersikap. Untuk dewasa ini, secara umum, “ Yahudi ” adalah nama salah satu agama samawi-semitik ( dua lainnya adalah Islam dan Nasrani) dan juga nama sebuah bangsa yang berasal dari Timur Tengah. Sedangkan “ Israel “ adalah sebuah Negara dan rezim penguasa yang berdiri pada tahun 1948 di atas tanah Palestina.
Sebagai sebuah agama dan bangsa, maka Yahudi sebagaimana agama dan bangsa yang lain harus diakui keberadaannya, dan harus diperlakukan secara sama (equal) dengan yang lainnya. Setiap bangsa pasti mempunyai budaya dan tradisi tertentu, dan agama merupakan bagian dari budaya itu sendiri. Atas dasar itu, dan atas dasar semangat ayat Qur’an ( al Hujuraat 49:13) tentang adanya bangsa-bangsa untuk ber-“ ta’aaruf”, maka kita perlu mengenal dan memahami Yahudi sebagai sebuah bangsa dan agama. Kemudian saat melakukan “ ta’aaruf “ dengan mereka, maka kita akan mendapatkan “ perbedaan “, kalau kita melihat dengan cara pandang yang obyektif, atau “ penyimpangan “, kalau kita melihat dengan cara pandang subyektif. Bagaimanapun juga, baik kita anggap sebagai “ perbedaan “ maupun sebagai “ penyimpangan “, kita harus menerima dan mengakui keberadaan mereka.
Lebih dari sekedar “ta’aaruf , jika kita ingin melakukan pendekatan atau pencerahan atau, dalam istilah Islam, berdakwah kepada orang Yahudi, maka cara yang harus ditempuh adalah cara dialogis. Dialog yang benar harus dilakukan dengan dua cara; menggunakan dasar-dasar yang disepakati oleh dua belah pihak, dalam hal ini, dasar-dasar logika yang bersifat aksioma universal, atau menggunakan argumen-argumen yang diyakini kebenarannya oleh oleh lawan dialog ( Qaidah al Ilzam). Jika berdakwah dengan cara dialog mengalami kebuntuan atau penolakan dari mereka, maka kita tidak bisa memaksakan mereka untuk menerima ajaran dan agam Islam. (lihat al Baqarah 2 : 256 dan al Kaafiruun 109 : 6), apalagi membenci dan memusuhi mereka.
Berdialog dan bersikap tidak memaksa, membenci dan memusuhi seperti itu harus dilakukan pula dalam menghadapi agama, mazhab dan keyakinan kelompok lain. Banyak ayat-ayat Qur’an yang bersifat dialogis dalam menerangkan Kebenaran.
Dari sisi yang lain, Islam memerintahkan umatnya untuk melawan kejahatan dan kezaliman (ketidakadilan), bahkan sampai batas tertentu, untuk melawannya dengan perang. Kejahatan dan kezliman adalah tindakan yang merusak nilai-nilai Islam, kemanusiaan dan tatanan sosial, dan keduanya dilakukan oleh manusia bukan agama, mazhab dan keyakinan. Siapapun dan apapun agamanya dan mazhabnya ketika melakukan kejahatan dan kezaliman maka harus dilawan dengan cara yang telah diatur dalam fikih Islam dalam bab Amar Makruf dan Nahi Munkar.
Mengapa Israel ?
Dalam konteks perlawanan ini lah, kita harus melawan Israel bukan Yahudi, karena Israel adalah sebuah Negara yang didirikan dengan mencaplok tanah yang bukan milik pemerintah Israel. Sejarah mencatat bahwa kolonial Inggris yang menduduki Palestina pasca kekalahan khilafah Othmania dalam perang dunia pertama memberikan mandat kepada Zionis untuk mendirikan Negara Israel pada tahun 1947 yang kemudian disetujui oleh PBB pada tahun 1948. Pemberian mandat itu dikenal dengan sebutan perjanjian Balfour.
Pemberian mandat itu tidak secara tiba-tiba, tetapi melalui proses yang panjang, yaitu sejak berdirinya organisasi Zionist pada tahun 1890. Proses yang dilakukan oleh Zionist adalah melakukan loby secara intens kapada Inggris, dan mempraktekkan teror secara massif terhadap warga Palestina melalui dua organisasi paramilter Yahudi di Palestina, Irgun dan Haganah, yang mendapatkan perlindungan dari kolonial Inggris.
Setelah berdirinya rezim Israel dengan dua proses itu, rezim ini lebih gencar lagi melakukan pengusiran terhadap warga Palestina dan pencaplokan tanah mereka dengan kekerasan hingga saat ini, dan ia selalu mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat. Atas dasar itu, pihak yang harus dilawan adalah rezim Israel dan Zionist, bukan Yahudi. Benar, bahwa pemerintahan Israel adalah orang-orang Yahudi. Namun perlu diketahui bahwa tidak sedikit dari orang-orang Yahudi yang menolak Negara Israel dan Zionist.
Untuk memperkuat mengapa perlu dibedakan antara Israel dan Yahudi, kita perlu melihat sikap Nabi Muhammad saw. terhadap komunitas Yahudi di Madinah. Sejarah mencatat bahwa terdapat tiga kelompok Yahudi yang tinggal di Medinah; Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qaynuqa’. Sesuai piagam Medinah, mereka diberi kebebasan menjalankan ajaran-ajaran mereka dan mendapatkan hak sebagai warga Medinah selama mereka tidak melakukan permusuhan, kebencian dan gangguan terhadap umat Islam. Namun, mereka melanggar piagam Medinah. Mereka melakukan tindakan makar terhadap Nabi saw. dan mengganggu warga Muslim. Karena itu, Nabi saw. mengusir mereka dari Medinah.
Sikap Nabi saw. tersebut jelas sekali mengajarkan kepada kita bahwa kita harus menjaga hubungan yang wajar dengan Yahudi. Tetapi ketika mereka melakukan kejahatan dan kedzaliman, maka kira harus melawan mereka.
Untuk saat ini, Israel sebagai rezim yang menjajah tanah bangsa Palestina dan melakukan aneka bentuk kejahatan dan kezhaliman harus dilawan dengan cara apapun. Namun, saat yang sama perlawanan kita kepada mereka tidak serta merta kita memusuhi agama dan bangsa Yahudi. Karena itu, kita harus membedakan antara sikap terhadap Yahudi dan sikap terhadap Israel-Zionist.