Refleksi Diri dari Do’a Kumayl Part I

Syiahindonesia.id – Menurut Allamah Majlsi, Du’a Kumayl adalah do’a terbaik. Doa ini, diriwayatkan dari Nabi Khidr (as), telah diajarkan oleh Imam Ali (as) kepada seorang sahabat terkemuka bernama Kumayl ibn Ziyad Al-Nakha’i. Meskipun rupanya nabi Khidir (as) adalah orang yang pada mulanya menyusun doa ini, dapat dikatakan bahwa karena ia masih hidup dan bersama dengan Hujjah di setiap zaman dan era, ia mungkin memang terinspirasi oleh Imam Ali As.

Menurut Sayyid ibn Tawus, Kumayl telah menghadiri majlis di Masjid di Basra yang pembicaranya adalah Imam Ali (as) pada malam tanggal 15 Sha’ban disebutkan.

Imam Ali (as) berkata, “Barangsiapa tetap terjaga dalam ketaatan pada malam ini (Sya’ban ke-15) dan melafalkan doa Nabi Khidir, niscaya permohonan orang itu akan ditanggapi dan dikabulkan.” Ketika majelis di masjid telah selesai, Kumayl mengunjungi ke rumah Imam Ali (as) menginap dan memintanya untuk memberitahukannya tentang do’aNabi Khidir (as). Imam Ali (as) meminta Kumayl untuk duduk, mencatat dan menghafal doa yang Imam Ali (as) diktekan kepada Kumayl.

Imam Ali (as) kemudian menyarankan Kumayl untuk melafalkan doa ini pada setiap malam Jumat atau sebulan sekali atau setidaknya sekali setiap tahun, Imam Ali (as) menambahkan, “Allah (swt) dapat melindungimu dari kejahatan musuh. O Kumayl! Dengan mempertimbangkan persahabatan dan pengertianmu, aku menganugerahkan kehormatan untuk mempercayai do’a ini kepadamu.” (1)

Bacaan doa ini telah sangat direkomendasikan pada malam Jumat dan di tengah bulan Sha’ban. Dikatakan bahwa pembacaan doa ini, memberikan satu perlindungan dari musuh, membuka gerbang rezeki untuk seseorang dan menawarkan cara yang sangat membantu bagi seorang hamba untuk meminta pengampunan Tuhan atas dosa-dosa mereka.

Sumber-sumber

Doa berharga ini telah disebutkan dalam buku-buku berikut, antara lain:

Sheikh Tusi (A.H. 385-460) dalam bukunya Misbah al-Mutihajjid, Qom: Isma’il Zanjani, c. A.H. 1401, 774-781.

Sayyid ibn Tawus (A.H. 589-664) dalam bukunya ‘Iqbal al-‘A’mal, Tehran: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyya, A.H. 1390, 706-710.

Ibrihim ibn ‘Ali al-‘Amili al-Kaf’ami (A.H. 840-905) dalam bukunya Al-Balad al-Amin, 188-191.

Idem, Al-Misbah, Qom: Razi – Zahidi, A.H. 1405, 555-560.

 

Gagasan Du’a Kumayl

Du’a Kumayl penuh dengan banyak ide dan permintaan, yang paling menonjol adalah meminta pengampunan Tuhan (maghfirat). Maghfirat menempati posisi tinggi dalam Islam sedemikian rupa sehingga tanpa itu seseorang tidak dapat melakukan apapun. Jika kita tidak diampuni, maka hal-hal lain tidak akan menguntungkan kita. Jika kita mencapai maghfirat, maka kita dapat berharap untuk mencapai lebih banyak. Karena itu, pertama-tama, kita harus yakin bahwa kita telah diampuni.

 

Selain maghfirat, Imam Ali (as) juga membuat permintaan lainnya termasuk kemampuan untuk mengingat Tuhan. Mengenai ini, beliau (as) mengatakan,

واجعل لساني بذكرك لهجا

“Gerakan lidahku untuk selalu berzikir pada-Mu.” (2)

Di tempat lain dia (as) berkata,

يا من اسمه دواء وذكره شفاء

“Wahai yang nama-Nya adalah penawar, zikir (kepada-Nya) adalah obat.” (3)

Juga dia (as) mengatakan,

اللهم إني أتقرب إليك بذكرك

“Ya Allah! Aku berusaha untuk mendekatkan diri kepada Engkau melalui berzikir pada-Mu.” (4)

Di sini, Imam Ali (as) menekankan pentingnya mengingat Tuhan sejauh bahwa bahkan jika kita ditakdirkan untuk ditempatkan di neraka, kita masih akan mengingat-Nya (swt) dan berkat-Nya dan karunia-Nya terhadap kita.

Selain mengingat Tuhan dan meminta pengampunan, permintaan lain termasuk meminta rezeki, meminta perlindungan terhadap musuh dan siapa pun yang memiliki niat buruk, meminta cinta kepada Allah dan sebagainya.

Pengampunan

Pengampunan memiliki posisi yang sangat signifikan dalam spiritualitas Islam dan merupakan permintaan utama dalam Du’a Kumayl.

Namun pertanyaan pertama adalah mengapa kita perlu dimaafkan?.

Dengan cara yang sangat fasih, Imam Ali (as) menjelaskan bahwa permintaan ini bukanlah yang sekunder atau marjinal dan tidak dapat diteruskan tanpa itu; sebaliknya, baginya itu sangat penting karena Imam Ali (as) tidak bisa mentoleransi hukuman Tuhan. Imam Ali (as) mengakui bahwa hukuman Ilahi sangat berat sementara dia (as) sangat lemah dan demikian pula tubuh dan kulitnya. Maka deklarasinya:

يا رب ارحم ضعف بدني ورقة جلدي

“Ya Rabbi! Kasihanilah kelemahan tubuhku, kelembutan kulitku dan kerapuhan tulangku.” (5)

Di tempat lain di Du’a Kumayl, Imam Ali (as) menyatakan bahwa bahkan seandainya ia mampu secara fisik mentolerir siksaan seperti itu, ia (as) tidak dapat menanggungnya secara mental dan rohani karena ia (as) tidak tahan membayangkan bahwa Allah sedang menghukumnya dan tidak bisa mentoleransi hukuman rohani yang jauh dari-Nya (swt) dan dicabut dari memandang kemurahan-Nya. Di sini Imam Ali (as) mengatakan:

فهبني يا سيدي ومولاي وربي صبرت على عذابك فكيف أصبر على فراقك وهبني صبرت على حر نارك فكيف أصبر عن النظر إلى كرامتك أم كيف أسكن في النار ورجائي عفوك

 

“Oh seandainya aku, ya Illahi, Tuhanku, pelindungku, pemeliharaku. (Anggaplah) aku dapat bersabar menanggung siksa-Mu, mana mungkin aku mampu bersabar berpisah dari-Mu. Dan (anggaplah) aku dapat bersabar menahan panas api-Mu. Mana mungkin aku dapat bersabar (untuk dapat) melihat kemulian-Mu? Mana mungkin aku tinggal di neraka padahal harapanku hanyalah maaf-Mu” (6)

Baginya, itu akan menjadi hukuman yang tidak dapat ditoleransi untuk melihat orang lain menerima rahmat Tuhan sementara dia (as) ditolak karena telah mengasihi Allah (swt) dan berharap untuk rahmat-Nya sepanjang hidupnya. Mungkinkah Tuhan memasukkan neraka pada seseorang yang telah beribadah kepada-Nya(swt) dan menyatakan bahwa Dia (swt) adalah Tuhannya dan satu-satunya Tuhan? Mungkinkah Tuhan menempatkan dan meninggalkan di neraka bagi orang yang memanggil-Nya (swt)? Tentu saja orang seperti itu tidak bisa tetap di neraka:

فتراك سبحانك يا إلهي وبحمدك تسمع فيها صوت عبد مسلم سجن فيها بمخالفته وذاق طعم عذابها بمعصيته وحبس بين أطباقها بجرمه وجريرته وهو يضج إليك ضجيج مؤمل لرحمتك ويناديك بلسان أهل توحيدك ويتوسل إليك بربوبيتك يا مولاي فكيف يبقى في العذاب وهو يرجو ما سلف من حلمك أم كيف تؤلمه النار وهو يأمل فضلك

Akankah Engkau perlakukan demikian? Mahasuci Engkau ya Illahi dengan segala pujian kepada-Mu. Kala Engkau dengan suara hamba Muslim (di dalam neraka) yang terkurung karena keingkarannya. Yang merasakan siksa karena kedurhakaannya. Yang terperosok ke dalamnya karena dosa dan nistanya? Sedangkan dia merintih kepada-Mu, rintihan orang yang mendambakan rahmat-Mu. Dia menyeru-Mu dengan lidah ahli tauhid-Mu. Dia bertawasul kepada-Mu dengan ketuhanan-Mu. Wahai pelindungku, bagaimana mungkin dia kekal dalam siksa? Padahal dia berharap pada kebaikan-Mu yang dahulu. Mana mungkin neraka menyakitinya. Padahal dia mendambakan karunia-Mu? (7)

Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, Imam Ali (as) dengan jelas menyatakan bahwa hal-hal seperti itu bahkan tidak dapat dibayangkan mengenai Tuhan:

ما ذلك الظن بك ولا المعروف من فضلك ولا مشبه لما عاملت به الموحدين من برك واحسانك

“Sangkaku kepada-Mu, (juga) tidak pula menunjukan kemahsyuran karunia-Mu. (Juga) tidak seperti itu dengan kebaikan serta karunia-Mu Engkau akan perlakukan orang-orang bertauhid.” (8)

Dengan kata lain, seseorang dapat mengatakan bahwa tindakan semacam itu tidak layak bagi Tuhan karena orang-orang tidak mengharapkan-Nya untuk menempatkan orang semacam itu dalam api neraka; orang yang jelas benar-benar mengibadahi-Nya karena Imam Ali  menyatakan bahwa meskipun dia ditempatkan di neraka dan dihukum, namun dia masih akan berseru bahwa dia mengasihi Tuhan karena dia tahu bahwa siksaan seperti itu adalah karena kesalahannya sendiri dan semua penilaian Ilahi adalah benar. Dengan demikian, ini adalah cinta sejati dan bukan cinta kasih. Seseorang yang berpura-pura mencintai Tuhan sementara dia tidak benar-benar mencintai-Nya di dalam hatinya, akan mulai menyalahkan Dia (swt) dan mengeluh begitu dia menghadapi masalah.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *