Radikalisme Arab

Radikalisme Arab, Bukan Radikalisme Islam

Memang tidak mudah, tetapi tidak terlalu sulit juga, memisahkan Arab dari Islam. Sulit memisahkan keduanya karena Islam lahir dan muncul di tanah Arab. Bahasa Kitab Suci dan ritual Islam yang paling pokok (solat) adalah bahasa Arab. Kehidupan sehari-hari dan percakapan Nabi Islam ( Nabi Muhammad saw) bercirikan Arab. Karena itu, banyak kalangan yang mengidentikan Islam dengan Arab, atau sebaliknya, Arab dengan Islam. Pada saat yang sama, mudah juga memisahkan keduanya karena Arab adalah sebuah bangsa yang terhimpun di dalamnya; budaya (bahasa, keyakinan dan pengetahuan) dan tradisi. Semua itu produk manusia. Sedangkan Islam adalah sebuah agama yang suci dan bersumber dari Yang Maha Suci. Jelas itu dua hal yang berbeda.

Sebagai sebuah bangsa, masyarakat Arab mempunyai budaya dan tradisi yang beragam; ada yang baik dan ada yang buruk. Berdasarkan beberapa ayat, riwayat dan keterangan para sejarawan bahwa secara umum karakter bangsa Arab dikenal keras dan kasar. Oleh karena itu, Allah swt. mengutus seorang nabi yang sangat santun dan sangat penyayang dari kalangan mereka sendiri (baca surat al Tawbah ayat 128). Beliau adalah Nabi Muhammad saw. seorang Arab al Adnani dan bersuku Quraisy. Beliau diutus untuk menyampaikan agama Allah yang suci dan mengajak mereka agar merubah karakter mereka yang keras dan kasar menjadi karakter yang lembut dan halus serta agar menjadi masyarakat yang berilmu ( baca surat al Jumu’ah ayat 2). Beliau hidup sebagai utusan Allah di tengah mereka selama dua puluh tiga tahun.

Dengan prilaku dan sikapnya yang lembut dan santun, Nabi Muhammad saw. mengajak kaumnya ke ajaran-ajaran Islam yang mulia. Lambat laun tapi pasti, suka atau tidak suka, mereka akhirnya menerima Islam setelah sebelumnya mereka menolaknya dengan keras dan kasar; caci maki, pembunuhan dan peperangan. Berkat kepribadian beliau yang sangat mulia dan luhur, bangsa Arab di jazirah Arabia secara umum berbondong-bondong masuk Islam ( baca surat al Nashr 110). Meskipun mereka telag menyatakan masuk Islam, namun tidak berarti nilai-nilai Islam sudah terintegrasi dalam diri mereka secara utuh, karena merubah karakter seorang manusia atau sebuah bangsa bukan lah sesuatu yang mudah, tapi membutuhkan kemauan yang kuat dari mereka sendiri dan juga memerlukan waktu yang panjang.

 

Memisahkan Islam dari Arab

Oleh karena Islam adalah agama yang suci dan bersumber dari Yang Maha Suci lalu diimplementasikan secara riil lewat sosok Nabi yang suci, maka untuk mengetahui dan mempelajarinya dengan baik harus lewat kehidupan Nabi Muhammad saw. bukan lewat  yang lain, bahkan untuk memahami Qur’an sekalipun seharusnya ( sebaiknya) lewat beliau. Hanya melalui kehidupan (baca; sunnah) beliau, kita akan memahami Islam yang benar dan sesungguhnya. Islam yang dipelajari lewat kehidupan beliau adalah Islam yang santun, beradab, realistis, berprikemanusiaan, mencerdaskan dan menyejukkan. Karena semua ciri ini telah terpadu (integrated) secara utuh dan seimbang dalam diri beliau. Dengan demikian, maka Islam jauh dari tindakan yang arogan, kebencian, permusuhan, pembodohan dan radikalisme.

Tetapi ketika kita mengenal Islam lewat prilaku bangsa Arab dengan karakter mereka yang keras dan kasar, maka bukan tanpa alasan jika Islam akan dikenal dan diperkenalkan sebagai agama yang penuh dengan arogansi, kebencian, permusuhan, pembodohan, rasisme dan radikalisme. Sesunggunya lewat mereka itu lah, sebagian kelompok orientalis Barat, secara sengaja maupun tidak, mengenal dan memperkenalkan Islam. Mengapa jika Islam dipelajari lewat mereka, maka akan seperti itu ?

Sejarah mencatat bahwa beberapa tahun setelah Nabi Muhammad saw. wafat, tepatnya pada tahun 61 Hijriah, terjadi pembantaian dan mutilasi yang sangat sadis terhadap cucu Nabi Muhammad saw. bernama al Husain bin Ali bin Thalib dipadang Karbala. Keluarga beliau; anak-anak dan kaum wanita, dikepung dalam kelaparan dan kehausan, lalu mereka digiring dengan kaki dan tangan dirantai berjalan kaki ratusan kilo meter dari Najaf ( Irak) ke Damaskus ( Suria). Selain itu, secara turun menurun, para penguasa Bani Umayyah menampilkan sikap dan prilaku yang arogan, hipokrit, rasis dan radikal.

Pada tahun 132 H (750 M), Abu Abbas al Saffah, pendiri Dinasti Abbasiyah, melakukan pembantaian yang sangat kejam terhadap penguasa Bani Umayyah dan para pengikut mereka ( Umawiyyin) di Damaskus sehingga kuburan-kuburan para pendiri Dinasti Umayyah digali dan tulang belulang mereka dihancurkan. Sikap dan prilaku para penguasa Abbasiyah pun tidak jauh berbeda dengan Bani Umayyah ( lihat al Aghâni al Isfhahâni)

Selain itu, peperangan demi peperangan terjadi antara sesama kaum Muslimin di jazerah Arabia, Irak dan Suria, atau perang dengan non- Muslim di dataran Eropa dengan Umat Kristiani. Peperangan itu terjadi bukan karena dorongan agama tetapi dorongan kekuasaan atau perluasan wilayah.

Jika Islam dipelajari lewat prilaku dan sikap bangsa Arab secara umum dari sejak waktu itu hingga saat ini, maka Islam akan dikenal sebagai agama yang mengajarkan dan mempraktekan kebodohan dan radikalisme. Padahal Islam jauh dari semua sikap dan prilaku mereka. Karena itu, untuk mengetahui dan mempelajari Islam harus lewat kehidupan (Sunnah) Nabi Muhammad saw. saja. Dengan cara ini, Islam akan bebas dari segala citra dan sifat yang negatif dan buruk. Dan karena itu, Islam tidak identic dengan Arab.

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *