Nas Imamah Imam Ali Zainal Abidin As
Syiahindonesia.id – Abu Bakar Khadrami menukil dari Imam Ja’far Shadiq yang berkata, “Tatkala hendak pergi ke Irak, Husain bin Ali menitipkan surat wasiat, kitab, serta hal-hal lainnya kepada Ummu Salamah, istri Nabi saw, dan mengatakan, “Ketika anakku yang tertua nanti datang kepadamu, serahkanlah amanah ini kepadanya!” Di kemudian hari, sepeninggal Imam Husain, putranya, Ali Zainal Abidin, mendatangi Ummu Salamah dan mengambil amanah tersebut.”
Abu Jarud menukil dari Imam Muhammad Baqir yang berkata, “Imam Husain, sebelum syahadah, memanggil putrinya yang bernama Fatimah dan menitipkan sebuah buku yang dilipat beserta sebuah wasiat yang tampak jelas kepadanya. Saat itu, Ali Zainal Abidin sakit keras. Setelah itu, Fatimah menyerahkan amanah itu kepada Ali bin Husain. Demi Allah! Kitab itu ada di tangan kami.”
Abu Jarud berkata, “Apa yang terkandung dalam kitab itu, demi jiwaku yang kukorbankan untukmu, adalah semua hukum dan hudud, bahkan denda sebuah goresan.”
Abdullah bin Atabah mengatakan, “Suatu hari, aku berada di sisi Husain bin Ali yang tiba-tiba Ali bin Husain datang. Aku mengatakan kepada Imam Husain, sekiranya ―semoga Allah menjauhkannya― ajalmu tiba, sipakah yang dapat kami jadikan rujukan sepeninggalmu?” Imam Husain mengatakan, “Merujuklah kepada anakku. Dia adalah imam dan ayah para imam.”
Dalam kitab Itshalul Washiah, Mas’udi menulis, “Husain di Karbala memanggil anaknya, Ali bin Husain, yang sedang sakit dan mengajarkan kepadanya ismul a’zham dan warisan-warisan para nabi lalu memberitahukan kepadanya bahwa telah dititipkan ilmu, shahifah, serta senjata kepada Ummu Salamah. Imam Husain pun mewasiatkan agar Ummu Salamah menyerahkannya kepada Ali bin Husain.”
Sayyid Murtadho dalam kitab Uyunul Mukjizat menulis, “Para perawi hadis meriwayatkan bahwa Husain bin Ali mewasiatkan ismul a’zham dan warisan para nabi kepada putranya Ali bin Husain dan mengatakan bahwa Ali bin Husain akan menjadi imam sepeninggalnya nanti.”
Muhammad bin Muslim mengatakan, “Aku bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq, ‘Cincin Husain bin Ali sampai kepada siapa? Aku mendengar bahwa cincin beliau pada hari Karbala dikeluarkan dari jarinya.’ Imam Ja’far menjawab, ‘Tidaklah seperti itu, melainkan Husain berwasiat kepada putranya yang bernama Ali bin Husain dan memberikan cincinnya serta menyerahkan urusan imamah kepada Ali bin Husain sebagaimana Rasulullah melakukan hal yang sama terhadap Imam Ali bin Abi Thalib dan Imam Ali as melakukannya terhadap Imam Hasan dan Imam Hasan terhadap saudaranya, Imam Husain. Setelah Ali bin Husain, cincin itu sampai ke tangan ayahku dan setelah ayahku, sampai ke tanganku. Setiap hari Jumat aku mengenakan cincin itu dan shalat dengan memakainya.’”
Muhammad bin Muslim mengatakan, “Pada hari Jumat, aku tiba di sisi Imam Ja’far Shadiq. Imam Ja’far dalam keadaan shalat. Ketika selesai dari shalatnya, Imam menjulurkan jarinya kepadaku. Aku menyaksikan sebuah cincin di tangannya yang mulia. Cincin itu bertuliskan lâ ilâha illa Allâh iddatun liliqa illâh. Sewaktu itu, Imam berkata, ‘Ini adalah cincin kakekku Abu Abdullah, Husain bin Ali.’”
Penulis kitab Kasyful Ghummah, untuk membuktikan imamah Ali bin Husain, membawakan sejumlah argumentasi lain.
Pertama, Imam Sajjad, setelah ayahnya, dan segi ilmu dan amal, merupakan manusia yang paling mulia. Dengan keberadaan manusia yang paling utama, maka yang tidak utama tidak dapat menjadi imam. Ini berlandaskan akal.
Kedua, dengan argumentasi aqliyah dan naqliyah, telah terbuktikan bahwa wujud imam diperlukan di semua masa dan tidak ada satu masa pun di bumi ini yang kosong dari keberadaan hujah. Di sisi lain, orang yang, di zaman Ali bin Husain, mengaku sebagai imam tidak memiliki argumen yang benar terhadap imamahnya dan klaimnya adalah batil. Oleh karena itulah, imamah Ali bin Husain terbuktikan sebab bumi tidak akan sunyi dari seorang imam.
Ketiga, dari Rasulullah saw telah datang nas yang menyatakan imamah Ali bin Husain. Contohnya adalah lauh yang dinukilkan oleh Jabir dari Rasulullah saw yang diriwayatkan Imam Baqir dari ayahnya, dan ayahnya dari kakeknya, dan kakeknya dari Fatimah, putri Rasulullah saw. Di dalamnya, tertulis nama-nama dua belas imam dan di antaranya nama Imam Sajjad tercatat di dalamnya.
Amirul Mukminin di masa kehidupan Husain bin Ali memberitahukan imamah cucunya Ali bin Husain as, sebagaimana dapat disimpulkan dari hadis-hadis.
Begitu juga, Husain bin Ali sebelum syahadah-nya, mewasiatkan imamah putranya dan menyerahkan surat wasiat tersebut kepada Ummu Salamah agar nanti sepeninggalnya diserahkan kepada Ali bin Husain yang akan memintanya dari Ummu Salamah. Ini merupakan salah satu tanda kebenaran klaim imamah Ali bin Husain.
Jabir bin Abdullah Anshari mengatakan, “Wahai Rasulullah! Para Imam dari putra Ali bin Abi Thalib, siapakah mereka?” Nabi saw mengatakan, “Hasan dan Husain adalah pemuka ahli surga. Setelah itu, Sayyid Abidin Ali bin Husain. Setelah itu, Baqir Muhammad bin Ali. Wahai Jabir! Engkau akan menemuinya. Sampaikanlah salamku kepadanya! Setelah itu, ash-Shadiq, Ja’far bin Muhammad. Setelah itu, al-Kazhim, Musa bin Ja’far. Setelah itu, ar-Ridha, Ali bin Musa. Setelah itu, at-Taqi, Muhammad bin Ali. Setelah itu, an-Naqi, Ali bin Muhammad. Setelah itu, az-Zaki, Hasan bin Ali. Setelah itu, putranya yang bernama Imam Mahdi, yang akan memenuhi dunia dengan keadilan setelah bumi dipenuhi oleh kezaliman dan kesewenang- wenangan. Wahai Jabir! Mereka adalah para khalifah, aushiya, anak- anak, serta itrah-ku. Barangsiapa yang mematuhi mereka artinya mematuhiku dan barangsiapa yang menentang mereka artinya menentangku. Barangsiapa yang menentang atau memungkiri salah seorang dari mereka berarti telah mengingkariku. Dengan berkah wujud mereka, Allah Swt menjaga bumi dan tidak menenggelamkan penduduknya.” [Alhassanin]