Menjamak Shalat Menurut Pandangan Syiah
Syiahindonesia.id- Seluruh kaum Muslimin sepakat bahwa ada lima kewajiban shalat sepanjang siang dan malam. Mereka juga setuju bahwa kelima shalat wajib ini memiliki waktu khusus yang harus dikerjakan dan bahwa menggabungkan shalat-shalat dapat dikerjakan sewaktu-waktu (misalnya shalat zuhur dapat dikerjakan secara bersamaan disusul shalat asar, atau segera setelah shalat magrib, shalat isya dapat dikerjakan). Mazhab Maliki, Syafi‘i, dan Hambali sepakat bahwa menggabung shalat ketika dalam perjalanan (safar) dibolehkan, namun mereka tidak membolehkan menggabung shalat untuk alasan lain. Mazhab Hanafi membolehkan menggabung shalat hanya pada hari Arafah, sementara Syiah Imamiyah membolehkan menggabung shalat dalam setiap kesempatan, berdiam di suatu tempat (mukim) atau dalam perjalanan (safar), tanpa ada alasan tertentu, pada masa damai atau perang, cuaca hujan atau tidak, dan seterusnya. Perbedaan sebenarnya pada kapan akhir dan awal dari waktu-waktu shalat ini dan sudah seharusnya perbedaan ini harus diselesaikan dengan merujuk kepada Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah Saw.
Tiga ayat-ayat Al-Quran berbicara tentang waktu-waktu shalat. Allah Swt berfirman, Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam (pertengahan malam) dan (dirikanlah pula) shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat malam dan siang).” (QS. Al-Isra [17]:78). “Sesudah matahari tergelincir” terkait dengan waktu bersama untuk shalat zuhur dan shalat ashar, “gelap malam” berhubungan dengan shalat magrib dan shalat isya. Adapun waktu subuh (fajr) terkait dengan shalat subuh.
Waktu Shalat dalam Al-Qur’an
Al-Quran dengan jelas dan lugas menyebutkan bahwa terdapat tiga waktu utama untuk shalat lima waktu. Meski jumlah shalat ada lima, kelima waktu shalat ini dibagi menjadi tiga waktu shalat.
Ulama kawakan Sunni, Fakhruddin Razi memahami penafsiran ini juga dari ayat ini[1] Tentu saja, shalat-shalat harus dikerjakan dengan tertib, yakni shalat zuhur harus dikerjakan terlebih dahulu sebelum shalat asar, shalat magrib dilaksanakan sebelum shalat isya.
Al-Quran juga menyatakan, Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (QS. Hud [11]:114) Fukaha dan mufasir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini terkait dengan lima shalat wajib dan sebagaimana yang dinyatakan Al-Quran, menentukan waktu shalat – yaitu, tiga waktu utama, dua di antaranya adalah pada ―tepi siang dan tiga lainnya adalah pada ―pada bagian permulaan malam.
Yang pertama, ―tepi siang adalah waktu shalat-shalat pagi; kedua ―tepi siang bermula dari siang dan berakhir pada tenggelamnya matahari, waktunya adalah waktu untuk shalat zuhur dan shalat asar; dan ―pada bagian permulaan malam adalah waktu utama ketiga yang terkait dengan shalat magrib dan isya yang waktunya terentang semenjak permulaan malam hingga tengah malam.
Pembagian yang sama juga dinyatakan dalam ayat ketiga, Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam. Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya pada malam hari dan setiap selesai shalat. (QS. Qaaf [50]:39-40)
Sebagaimana pada ayat sebelumnya, para fakih dan mufasir Al-Quran setuju bahwa ayat ini berkenaan dengan waktu lima shalat wajib dan membagi waktu shalat menjadi tiga, pertama, ―semenjak subuh hingga terbitnya matahari yang merupakan waktu shalat subuh; kedua, ―semenjak siang hingga terbenamnya matahari yang merupakan waktu shalat-shalat siang dan sore; dan ketiga, ―pada malam hari yang terentang semenjak terbenamnya matahari hingga tengah malam yang merupakan shalat magrib dan shalat isya. ―Dan setiap selesai shalat‖ menurut para mufassir, terkait dengan shalat-shalat nawâfil (yang dianjurkan) atau shalat-shalat lainnya, lebih khusus, shalat tahajjud yang merupakan shalat sunnah yang sangat dianjurkan.
Imam Bukhâri dan yang lainnya meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw biasa menggabungkan shalat menjadi tiga waktu: ―Rasulullah Saw menunaikan shalat Zuhur dan Asar bersamaan dan shalat magrib dan isya bersamaan tidak dalam keadaan takut (khauf) atau dalam perjalanan.[2]
Imam Muslim menukil hadis yang sama dan menambahkan bahwa ketika Rasulullah Saw ditanya oleh Ibnu Abbas mengapa beliau menggabungkan dua shalat. Rasulullah Saw menjawab bahwa ia tidak ingin menimbulkan kesulitan bagi umatnya.[3]
Pada buku yang sama, Ibnu Abbas sendiri menukil bahwa mereka biasa menggabungkan dua shalat pada masa Rasulullah Saw.[4]
Karena itu, baik Al-Quran atau Hadis Rasulullah Saw menunjukkan dengan jelas kebolehan menggabungkan shalat tanpa adanya alasan tertentu dan Allah Swt membuat agama-Nya mudah bagi orang-orang beriman.
[1] Tafsir, 5:428
[2] Shahih Bukhâri, Buku tentang Waktu Berdoa, hadis 510, 529; Buku Sholat Jum’at, hadis 1103; Shahih Muslim, Buku tentang Doa Wisatawan, hadis 1146; al-Tirmidzi, Kitab tentang Doa hadis 172; al-Nisa’i, Book on Timings, hadis 585, 597, 598, # 599; Abu Dawud, Buku tentang Doa, hadis 1024, 1025, 1027; Musnad Ahmad ibn Hanbal, 1: 217, 221, 223, 251, 273, 283, 285, 346, 349, 351, 354, 360, 366; Malik, Buku Memperpendek Sholat Saat Berwisata, hadis 300.
[3] Shahih Muslim, Buku Doa Para Wisatawan, bab. 6 # 50-54
[4] Shahih Muslim, bab. 6-8, 58-62