Mengkritisi Buku Panduan MUI (5): Syiah Rafidhah dalam Periwayatan Hadis Sunni Bag. I

Syiah Rafidhah dalam Periwayatan Hadis Sunni

Setelah kita saksikan bagaimana MMPSI mengarahkan pembaca untuk menyetujui kesesatan syiah dengan mengubah namanya menjadi rafidhah, maka berikutnya mencoba memperkuat asumsinya dengan menyatakan bahwa ulama hadis menolak periwayat rafidhah. Perhatikan pernyataan MMPSI di bawah ini :

  • “…Tidak ada syiah rafidhah yang dianggap moderat oleh para ulama salafSyiah moderat adalahsyiah pada generasi sahabat dan thabiin yang berjuang bersama Ali dimana mereka tidak pernah bersikap ekstrim dalam memandang kedudukan Ali dan tidak pula mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar RA. Syiah moderat (yang tidak berakidah rafidhah) riwayatnya dapat diterima oleh para ulama hadis, tetapi tidak demikian halnya jika seorang perawi hadis tergolong syiah rafidah yang menolak, mencaci, dan mengafirkan Abu Bakar dan Umar serta mendakwahkan ajaran itu, pasti ditolak riwayatnya.” (hal. 18).

 

Tanggapan

Pernyataan MMPSI ini saling bertentangan dalam menjelaskan tentang rafidhah dan syiah moderat. Perhatikan, MMPSI menyatakan “Tidak ada syiah rafidhah yang dianggap moderat”. Siapakah yang dimaksud syiah moderat? MMPSI menyatakan: “Syiah Moderat adalah syiah yang tidak pernah bersikap ekstrim dalam memandang kedudukan Ali dan tidak pula mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar ra, dan riwayat dari syiah moderat (yang tidak berakidah rafidhah) dapat diterima.” Ini berarti : siapa saja yang menganggap Imam Ali lebih utama dari Abu Bakar dan Umar maka dia bukan syiah moderat, tetapi syiah rafidhah dan tidak diterima hadisnya.

Tetapi mengapa lantas MMPSI menambah embel-embel rafidhah dengan kalimat “mencaci maki dan mengafirkan Abu Bakar dan Umar”? Ini adalah kerancuan dan pertentangan yang di alami oleh MMPSI ini. Atau mungkin MMPSI ingin menyebutkan ada tiga jenis syiah, yakni syiah moderat, syiah tidak moderat, dan syiah rafidhah?

Kerancuan itu akan semakin terlihat saat kita merujuk pada catatan kakinya no. 26 dimana MMPSI menyatakan:

  • “Adz-Dzahabi ketika menjelaskan sosok perawi bernama Abban bin Taghlib (w.141 H), meski ia syiah, riwayatnya diterima oleh ulama ahli hadis seperti Imam Muslim, Abu Dawud, dan an-Nasa’i, karena ia dinilai moderat dan tidak berakidah rafidhah yang menista dan mengafirkan Abu Bakar dan Umar ra.. Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Dia tsiqah ada sedikit tasayyu berada di tingkatan ke-7”Demikian halnya dengan sosok Syarik bin Abdillah (95-178) diterima riwayatnya karena tidak berakidah rafidhah. Bandingkan dengan pernyataan Abdul Husain al-Musawi dalam kitab al-Murajaat “Dialog Sunnah-Syiah” yang menyebut kedua orang itu dalam 100 perawi syiah dalam jalur sanad Ahlussunnah di Muraja’at (dialog) ke-16. Ia ingin menggiring opini bahwa perawi-perawi hadis ahlussunnah sebagiannya berakidah rafidhah sama dengan dirinya, padahal tidak demikian.”(footnote  26 hal. 18).

Perhatikan, MMPSI dengan berpegang pada Adz-Dzahabi menyatakan bahwa Abban bin taghlib adalah syiah moderat, dan syiah moderat sesuai dengan defenisi yang dibuat MMPSI sendiri yaitu “syiah yang tidak memandang kedudukan Ali lebih utama dari Abu Bakar dan Umar.” Sekarang mari kita lihat, dengan defenisi MMPSI tersebut, apakah Abban bin Taghlib termasuk syiah moderat? Jawabnya tidak! Karena Adz-Dzahabi dalam Mizan al-I’tidalnya jilid 1: 5-6 ketika membahas biografi Abban bin Taghlib dengan jelas menyatakan bahwa, “Abban bin Taghlib lebih mengutamakan Ali dari Abu bakar dan Umar” :

ولم يكن أبان بن تغلب يعرض للشيخين أصلا ، بل قد يعتقد عليا أفضل منهما

“Dan tidaklah Abban bin Taghlib seperti itu, yang mana dia tidak membincangkan Syaikhain (Abu Bakar dan Umar), tetapi ia meyakini bahwa Ali lebih utama dari keduanya.” (Mizan al-I’tidal jilid 1: 5-6).

Jadi, Abban bin Taghlib lebih mengutamakan Imam Ali daripada Abu Bakar dan Umar, dengan demikian Abban bin Taghlib bukanlah syiah moderat (menutut defenisi MMPSI), tetapi termasuk syiah ekstrim atau rafidhah dan ternyata riwayatnya diterima. Adapun tambahan dari MMPSI bahwa rafidah itu mencaci dan mengafirkan Abu Bakar dan Umar bertentangan dengan makna syiah moderat yg mereka buat sendiri dan bertentangan dengan penjelasan para ulama seperti Ibnu Hajar (lihat bagian 4) dan lainnya bahkan adz-Dzahabi yang keras penentangannya terhadap rafidhah tidak seberani MMPSI dalam mendefenisikan rafidhah. Ia menulis :

…. ثم بدعة كبرى ، كالرفض الكامل والغلو فيه

فالشيعي الغالى في زمان السلف وعرفهم هو من تكلم في عثمان والزبير وطلحة ومعاوية وطائفة ممن حارب عليا رضى الله عنه ، وتعرض لسبهم . والغالي في زماننا وعرفنا هو الذى يكفر هؤلاء السادة ، ويتبرأ من الشيخين أيضا

“Kedua, bid’ah kubra, seperti rafidhah yang ekstrim……..Syiah ghulat/ekstrim pada zaman salaf dan menurut pemahaman mereka adalah orang yang menceritai Usman, Zubair, Thalhah, Muawiyah, dan kelompok yang memerangi Ali ra. Dan hal itu untuk mencaci mereka. Adapun saat ini dalam pemahaman kita bahwa syiah ghulat/ekstrim adalah orang-orang yang mengafirkan merekadanberlepas diri (tabarra) dari syaikhain (Abu Bakar dan Umar).” (Mizan al-I’tidal, 1/5-6)

Jadi, Adz-Dzahabi mengakui bahwa ia membuat defenisi baru rafidhah—yang menyimpang dari defenisi ulama salaf dan tentu ini untuk mendeskriditkan syiah—dalam menilai kedudukansyaikhain (Abu Bakar dan Umar) yakni dengan menyebutkan bahwa syiah ekstrim (rafidhah) adalah berlepas diri dari Abu Bakar dan Umar. Tetapi MMPSI membuat defenisi baru lagi dengan menyebutkan bahwa rafidhah mengafirkan Abu bakar dan Umar. [Sumber: Buku Putih Mazhab Syiah, Myiskat]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *