Isteri Habib bin Mazhahir yang Ikhlas dan Berani

 

Syiahindonesia.id —Muslim bin ‘Ausajah dan Habib bin Mazhahir adalah orang tua yang berasal dari satu keluarga (famili), yakni Bani Asad. Mereka berdua tinggal di Kufah. Semasa pemerintahan Imam Ali as, keduanya merupakan sahabat setia beliau.

Tatkala Muslim bin Aqil memasuki Kufah sebagai utusan Imam Husain, kedua orang ini berusaha keras membantu Muslim bin Aqil agar masyarakat membaiat Imam Husain. Sampai akhirnya Ubaidillah bin Ziyad memasuki Kufah dan melancarkan teror demi menakut-nakuti masyarakat tentang pemerintahan Yazid. Masyarakat pun pergi meninggalkan Muslim bin Aqil sendirian. Akhirnya, dalam pertempuran yang tidak seimbang ia ditawan sesuai perintah Ibnu Ziyad, ia pun bunuh. Dalam kondisi sulit ini, Muslim bin ‘Ausajah dan Habib bin Mazhahir diam-diam berangkat ke padang Karbala dan bergabung dengan pasukan Imam Husain as. Di situ, keduanya mereguk kesyahidan.

Usia Habib bin Mazhahir saat itu lebih dari 75 tahun. Ia termasuk salah seorang sahabat Rasul saww. Selama tinggal di Kufah, ia bertaqiah seraya menunggu kesempatan yang tepat untuk keluar dari Kufah dan bergabung dengan pasukan Imam Husain as.

Ia memiliki seorang isteri yang bertakwa dan pemberani, yang sangat bergembira pabila suaminya menjadi penolong Imam Husain. Habib bin Mazhahir, gerilyawan tua ini, berusaha agar tempat persembunyiannya tidak diketahui orang lain. Ia juga ingin keputusannya untuk bergabung dengan pasukan Imam Husain as tidak diketahui siapapun. Bahkan ia tidak menceritakan niatnya itu kepada isterinya sendiri. Itu dimaksudkan agar isterinya tidak menceritakannya kepada orang lain.

Imam Husain bersama rombongannya berangkat meninggalkan Mekah menuju Irak. Saat itu, Imam Husain menulis surat untuk Habib bin Mazhahir yang kemudian di bawa salah seorang utusan.

Pada suatu hari, Habib berada di samping isterinya. Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Habib beranjak dari duduknya dan berdiri dibalik pintu. Ia melihat orang yang membawa surat dari Imam Husain. Setelah menerima surat itu dan kembali ke samping isterinya, ia membaca isinya sebagai berikut:

“Surat ini dari Husain bin Ali bin Abi Thalib, untuk orang yang pandai, Habib bin Mazhahir. Amma ba’du. Wahai Habib, Anda mengetahui hubungan kekeluargaanku dengan Rasulullah saww, dan Anda adalah orang yang mengenalku dengan baik. Anda adalah orang yang merdeka dan peka (terhadap Islam). Karenanya, janganlah Anda enggan menolongku, di mana di hari kiamat kakekku Rasulullah saww akan mengganjarAnda pahala.”

Habib berpikir jangan sampai seorangpun mengetahui isi surat dan keputusannya untuk berangkat menolong Imam Husain. Sehingga para mata-mata tidak sampai mengetahui peristiwa yang terjadi. Keluarganya sempat bertanya kepadanya setelah ia menerima surat, “Sekarang apa yang hendak kamu lakukan?” Ia bertaqiah dan menjawab, “Aku sudah tua, aku tak dapat melakukan apapun.” Isterinya menyangka Habib enggan membantu Imam Husain. Ia berkata, “Tampaknya engkau enggan berangkat ke padang Karbala dan menolong Imam Husain.” Habib hendak menguji isterinya seraya berkata, “Ya, aku tak punya untuk itu.”

Isterinya menangis dan berkata, “Duhai Habib! Apakah engkau lupa akan sabda Rasulullah saww tentang pribadi Imam Husain as, ‘Kedua anakku ini adalah penghulu penghuni surga dan keduanya adalah imam; baik ia diam ataupun bangkit….’ Engkau telah menerima surat Imam Husein. Lalu mengapa engkapa engkau enggan menolongnya?

Habib menjawab, “Aku khawatir jika anak-anakku menjadi yatim dan engkau mejadi janda.” Isterinya menjawab, “Kami akan meneladani wanita-wanita, puteri-puteri, dan yatim-yatim Bani Hasyim, dan cukuplah Allah sebagai pelindung kami.”

Tatkala Habib melihat isterinya benar-benar telah siap, ia pun mengatakan yang sebenarnya isterinya pun berdoa untuknya.

Tatkala Habib akan bertolak, isterinya berkata, “Aku perlu satu perkara.”

“Apa itu?”

“Tatkala engkau sampai di hadapan Imam Husain as, ciumlah tangan dan kakinya untuk mewakiliku, dan sampaikan salamku, ”pinta isterinya.

“Baiklah,” jawab Habib.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa demi berhati-hati, Habib berkata kepada istrinya, “Aku sudah tua dan apa yang dapat dilakukan orang-orang yang sudah lanjut usia?”

Dengan penuh rasa sedih dan marah, isterinya bangkit dan melepas kerudung di kepalnya lalu meletakannya di kepala Habib bin Mazhahir, seraya berkata, “Sekarang bila engkau enggan pergi, tinggallah di rumah seperti kaum wanita.” Kemudian ia berteriak, “Wahai Husain! Seandainya aku seorang lelaki, aku akan datang ke pangkuamu, berjuang bersamamu, dan kupersembahkan jiwaku untukmu. ”

Tatkala Habib mengetahui kecintaan isteririya terhadap Imam Husain, hatinya menjadi tenang dan berkata “Isteriku! Tenanglah! Aku akan membuatnya bergembira dan janggut yang memutih ini akan kuwarnai dengan darah dileherku. Tenangkanlah dirimu!”[]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *