Imam Khomeini: Dunia ini Bukanlah Tempat Pahala dan Siksa
Syiahindonesia.id – Akhir-akhir ini kita melihat banyak fenomena bencana alam di mana-mana. Bencana yang memberikan pelajaran kepada kita untuk senantiasa waspada dan selalu mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa (Allah Swt). Bencana selalu dikaitkan dengan ujian dan cobaan bahkan bagi kaum teologis fundamenatlis selalu dikaitkan dengan azab dari Allah kepada manusia karena berbuat dosa pada suatu tempat. Pertamyaannya sekarang adalah apakah siksa atau azab Allah diberikan secara langsung pada saat itu juga ataukah nati kelak di akhirat? Pandangan tadi seolah menafikan tentang hari timbangan di akhirat kelak, di mana seluruh mahluk harus mempertanggung jawabkan setiap perbuatannya.
Berbeda dengan pandangan teologis, kaum ‘ifani memandang dunia bukanlah tempat pahala dan siksa, menurut mereka dunia adalah tempat melaksanakan tugas dan merupakan ladang bagi akhirat. Juga sebagai tempat berniaga dan mendapat penghasilan, sementara akhirat adalah anugerah dan pembalasan, pahala dan siksa. Salah satu tokoh ‘irfani yaitu Ruhullah Imam Khomeini beranggapan bahwa mereka yang mengira Tuhan akan segera menghukum orang yang melakukan dosa atau kejahatan di dunia ini atau melakukan kezaliman tidak menyadari bahwa anggapan mereka bertentangan dengan tatanan dunia ini dan berlawanan dengan hukum-Nya (Sunnatullah) yang telah ditetapkan-Nya.
Imam Khomeini melanjutkan bahwa dunia ini adalah tempat ujian, dan tempat pemisahaan orang yang celaka dari yang beruntung, dan para pedosa dari yang taat. Dunia adalah alam perwujudan perbuatan, bukan tempat munculnya hasil-hasil amal dan kualitas pribadi. Jikalau Allah menyiksa seorang zalim atau penindas, bisa dikatakan bahwa itu terjadi karena kasih sayang Allah atas penindas itu (karena hal itu menghentikannya untuk terus berbuat dosa). Dan, jikalau Allah membiarkan para pendosa dan tiran dalam kelalaian dan kesesatan mereka, itu berarti Allah mengulur siksa mereka. Oleh karenaya, Allah berfirman,
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui. Dan Aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh. (QS. Al-‘Araf [7] : 182-183)
Dan juga,
Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan. (QS. Al-Imran [3] : 178)
Dalam kitab Majma’ Al-Bayan, sebuah hadis dari Imam Ja’far As-Shadiq a.s:
انه قال : إذا احد ث عبد ذنبا جد د له نعمة فيدع الاستغفار فهط الاستدراج
Imam a.s berkata, “Apabila seseorang melakukan dosa, dan nimat terus mengalir kepadanya, sementara dia tidak pernah memohon ampun, maka itu adakah istidraj (penguluran siksa)
Pada hadis lain Imam berkata:
ومن سخف دينه وضعف عقله قلّ بلا ؤه
“ Dan orang yang lemah iman dan lemahnya akal, ringan pula cobaannya.”
Penjelasan di atas menunjukan bahwa cobaan dapat bersifat jasmaniah dan dapat juga bersiafat ruhaniah, karena orang yang lemah akal dan perasaannya akan aman dari cobaan spiritual dan kegelisahan intelektual. Sebaliknya, mereka yang memiliki akal yang sempurna dan perasaan yang lebih tajam pasti merasakan cobaan intelektual, yang semakin hari semakin hebat. Mungkin karena alasan inilahNabi Saw bersabda:
ما اوذي نبيّ مثل ما اوذيت
“Tak seorang Nabi pun yang menderita seperti yang kuderita.”
Ucapan nabi Saw, ini menunjuk pada persoalan ini karena orang yang memahami kebesaran dan keagungan Allah pada tingkat yang lebih tinggi dan mengetahui kedudukan suci Allah swt. Lebih daripada yang lain, ia tentu akan mengalami penderitaan dan siksaan yang lebih tinggi disebabkan dosa-dosa dan pelanggaran mahluk-mahluk lain terhadap kesucian-Nya. Demikian pula, seseorang yang memiliki kecintaan dan kasih sayang yang lebih tinggi kepada hamba-hamba Allah, akan menghadapi kesengsaraan yang lebih besar disebabkan keadaan dan jalan mereka yang menyimpang.
Dan tentu saja nabi Saw lebih sempurna dalam semua kedudukan ini dan lebih tinggi dibanding dengan semua nabi dan wali dalam hal tingkat keagungan dan kesempurnaannya. Oleh karena itu, cobaan dan kesengsaraanya pun lebih besar daripada siapapun.