Apakah Mushaf Fathimah adalah Qur’an Syiah?
Syiahindonesia.id – Tanya: Kami membaca dalam Al-Kafi bahwa Syiah memiliki suatu kitab yang disebut Mushaf Fathimah. Yang kami fahami dari Al-Kafi, Mushaf Fathimah adalah Al-Qur’an-nya orang Syiah. Benarkah itu?
Jawab: Tidak, tidak demikian. Bukan seperti itu maksud dari apa yang disebutkan dalam Al-Kafi.
Hadits dalam Al-Kafi tersebut hanya sekedar menjelaskan suatu kitab yang bernama Mushaf Fathimah. Mushaf tidak selalu berarti Al-Qur’an. Mushaf berasaldari kata Shahifah yang berarti lembaran. Oleh karena itu Mushaf adalah kumpulan lembaran-lembaran; tidak harus berarti Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an disebutkan:
“Saat itu lembaran-lembaran amal perbuatan telah disebarkan.” (At Takwir:10)
“(hal) ini telah disebutkan dalam lembaran-lembaran terdahulu, dalam kitab Ibrahim dan Musa.” (Al-A’la: 18-19)
Dalam sejarah dapat kita baca bahwa yang disebut mushaf adalah segala lembaran-lembaran yang dikumpulkan menjad satu. Sepeninggal Nabi pun Al-Qur’an bahkan tidak pernah disebut dengan sebutan mushaf.
Ibnu Abi Dawud Sajistani mengenai disusunnya Al-Qur’an dalam satu mushaf (satu kumpulan) berkata, “Ketika Nabi meninggaldunia, Ali bersumpah untuk tidak mengenakan rida’ (semacam pakaian) kecuali untuk shalat Jum’at hingga selesai Al-Qur’an dikumpulkan menjadi satu mushaf.”
Abu Al-‘Aliyah menukilkan, “Mereka melihat Al-Qur’an dikumpulkan dalam satu mushaf pada masa kekhilafahan Abu Bakar.”
Ia juga menukil, “Umar bin Khatab mengeluarkan perintah pengumpulan (pengkoleksian) Al-Qur’an sedang ia adalah orang pertama yang telah mengumpulkan Al-Qur’an dalam satu mushaf.”[1]
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa pada waktu itu yang disebut mushaf adalah suatu kumpulan lembaran-lembaran yang telah menjadi satu agar tidak tersebar berceceran. Lalu lama kelamaan Al-Qur’an pun disebut dengan mushaf.
Demikian pula riwayat-riwayat dari kalangan kami, misalnya:
Imam Ja’far Shadiq berkata: “Barang siapa membaca Al-Qur’an yang telah menjadi Mushaf (lembaran-lembaran yang telah dijilid), ia akan mendapatkan banyak manfaat untuk matanya.”[2]
Ia juga pernah berkata, “Membaca Al-Qur’an dalam bentuk mushaf akan meringankan adzab kubur ayah dan ibu kalian.”[3]
Para ahli sejarah mengenai Khalid bin Ma’dan menulis:
“Khalid bin Ma’dan menulis ilmunya dalam mushaf yang memiliki kancing (pengunci) dan pegangan.”[4]
Khalid bin Ma’dan adalah salah seorang yang termasuk Tabi’in dan mengalami 70 sahabat dalam hidupnya.[5]
Sampai akhir abad ke-1 Hijriah, kata mushaf memiliki arti umum, yaitu kumpulan lembaran berjilid yang mana kebanyakan orang menjadikannya sarana nenulis dan menuangkan isi pikiran.
Kalau begitu mengapa kita heran kalau putri Rasulullah saw memiliki mushaf? Yang mana ia telah menuang segala yang ada di pikirannya (ilmu-ilmu yang pernah diajarkan oleh ayahnya) ke dalam mushaf tersebut lalu mewariskannya kepada anak-anak sebagai sebaik-baiknya warisan.
Para Imam kami pun juga telah menjelaskan bahwa mushaf tersebut hanyalah kumpulan tulisan Fathimah Az-Zahra yang berisi pengetahuan-pengetahuan yang didapat dari ayahnya. Lagi pula ia dijuluki dengan sebutan Muhaddatsah, yakni orang yang diajak bicara dengan malaikat. Pasti segala yang ia dapat dari pembicaraan itu telah dituliskan ke dalam mushafnya.
Imam Ja’far Shadiq berkata, “Dalam Mushaf Fathimah terdapat penjelasan mengenai halal dan haram yang padahal masih belum ada wujudnya di tengah-tengah masyarakat kita saat ini. Itu bukanlah Qur’an, namun dikte Rasulullah Saw yang dituliskan oleh Ali. Semua itu ada di tangan kami.”[6]
Ia juga pernah berkata, “Di dalamnya banyak sekali hal-hal yang tidak ada di dalam Al-Qur’an kalian.” Lalu perawi bertanya, “Apakah di dalamnya ada suatu pengetahuan (ilmu)?” Dijawabnya, “Ya, namun bukan sembarang pengetahuan.”[7]
Jadi Mushaf Fathimah bukanlah sesuatu yang kita sebut Al-Qur’an dan kita yakini sebagai Qur’an Syiah. Namun seringkali masalah tersebut dijadikan alat oleh pembenci kami untuk memojokkan Syiah dengan berbagai tuduhan.
CATATAN :
[1] Kitab Al-Masahif, Hafidz Abu Bakar Abdullah bin Abi Dawud Sajistani, hlm. 9-10.
[2] Ushul Al-Kafi, jld. 2, hlm. 613.
[3] Ibid.
[4] Kitab Al-Masahif, Hafidz Abu Bakar Abdullah bin Abi Dawud Sajistani, hlm. 134-135.
[5] Al-Lubab fi Tadzhib Al-Ansab, Ibnu Atsir, jld. 3, hlm. 62 dan 63.
[6] Bashair Ad Darajat, hlm. 157.
[7] Al-Kafi, jld. 2, hlm. 613, hadits 1.
Sumber: Dalam Buku Yang Berjudul “Jawaban Pemuda Syiah Atas Pertanyaan-Pertanyaan Wahabi” Karya Muhammad Thabaari