Ahlul Bait Anugerah Sepanjang Masa
Ahlul Bait Anugerah Sepanjang Masa
Kehadiran Ahlul Bait as. (Keluarga Nabi saw) bagi umat manusia merupakan sebuah anugerah yang sangat besar, dan saat yang sama kehadirannya sebagian ujian atau cobaan yang tidak kalah besar juga. Mereka anugerah karena mereka adalah cahaya yang menyinari akal pikiran dan hati nurani. Melalui bimbingan mereka, umat manusia dapat memahami makna kehidupan yang benar dan mengetahui jalan yang dapat mengantarkan pada kehidupan itu.
Problema terbesar yang dihadapi oleh umat manusia, baik individual maupun sosial, adalah pemahaman mereka tentang makna hidup dan bagaimana menjalani kehidupan. Kesalahan dalam memahami dan menjalani kehidupan mengakibatkan malapetaka yang tak berkesudahan. Malapetaka ini telah terjadi, dan sedang terjadi serta akan terus terjadi kecuali mereka berada dalam pancaran cahaya Ahlul Bait as. dan berada di atas bahtera mereka. Mereka sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi Muhammad saw. adalah pelita kebenaran dan bahtera keselamatan ( Misbâh al Hudâ wa Safînah al Najât )
Ajaran-ajaran Ahlul Bait yang disampaikan melalui ucapan dan sikap mereka penuh dengan nilai-nilai yang dapat mengisi semua sisi kehidupan umat manusia; pribadi dengan segala aspeknya, keluarga, pendidikan, politik, ekonomi, budaya, hukum dan masalah-masalah sosial lainnya. Mereka hadir sebagai anugerah dari Allah swt, untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia. Menikmati dan mensyukuri anugerah yang besar ini akan mendatangkan kebahagiaan dalam kehidupan di dunia dan keselamatan dalam kehidupan di akhirat.
Sebagaimana dalam menyikapi sebuah kenikmatan, pada umumnya umat manusia tidak pandai menikmati dan mensyukuri kehadiran Ahlul Bait. Mereka justru mengabaikannya bahkan sebagian manusia memusuhinya. Karena itu, mereka hidup dalam kegelisahan, keraguan, kebencian, persaingan dan permusuhan sehingga kebahagiaan jauh dari genggaman jiwa dan hati mereka.
Salah satu anugerah dari ajaran Ahlul Bait adalah sikap yang tepat untuk kita ambi pada situasi yang penuh dengan fitnah dan kegaduhan sosial; situasi yang tidak menentu dan penuh dengan permainan yang kotor serta marabahaya dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat; tidak jelas mana lawan dan mana musuh, seperti yang terjadi dewasa ini. Dalam situasi seperti ini, kita dituntut untuk mengambil sikap yang hati-hati agar tidak mempersulit kita, baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Sehubungan dengan keadaan seperti di atas, kita perlu sejenak merenungkan ucapan Imam Ali bin Abu Thalib as. yang berbunyi “ Jadilah anda seperti anak unta, yang belum memiliki punggung (yang kuat) untuk dapat dinaiki dan belum punya susu untuk dapat diperah “. Artinya, kita tidak ingin menjadi pihak yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tengah bertempur dalam merebut kepentingan-kepentingan. Ucapan beliau ini, hemat penulis, sangat tepat untuk dijadikan pijakan kita dalam bersikap pada saat sekarang ini. Memihak pada satu kelompok dan membenci kelompok yang lain belum tentu memberikan manfaat kepada kita, atau malah menjadi malapetaka bagi kita. Toh, yang sedang dipertarungkan oleh mereka bukan masalah ideologi, yang akan menentukan nasib kita di akhirat kelak. Tapi murni masalah politik, meskipun beririsan sedikit dengan ideologi.
Situasi yang mirip dengan ini dihadapi pula oleh Imam Hasan al Mujtaba as. Karena menyaksikan kondisi umat Islam, waktu itu, yang gamang dan ragu dalam melihat kebenaran sebagai kebenaran yang harus diikuti, beliau menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah. Beliau tidak ingin mempertahankan kekuasaan atau melawan pesaing politiknya dengan para pengikut yang gamang dan ragu. Karena hal itu, akan mengakibatkan dampak yang sangat bahaya. Beliau memilih untuk mengalah namun pasti dari pada maju namun kegamangan dan keraguan telah menguasai hati para pengikutnya.
Dua ajaran di atas sebagai contoh dari sekian banyak ajaran Ahlul Bait as. yang disampaikan melalui ucapan dan sikap mereka. Kalau kita perhatikan sejarah kehidupan mereka, maka akan kita dapatkan sikap mereka yang berbeda-beda. Perbedaan itu muncul dikarenakan perbedaan situasi dan kondisi dan semua sikap mereka pasti benar dan tepat. Karena itu, sesungguhnya kita mempunyai referensi yang kaya untuk dijadikan pegangan dalam bersikap terhadap segala situasi dan kondisi. Tinggal bagaimana kita menentukan sikap yang tepat dan benar dalam segala situasi dan kondisi yang berbeda-beda itu dengan kembali pada ajaran Ahlul Bait as. ?
Ada sebuah cara yang cukup membantu kita untuk menentukan sikap yang benar dan tepat setelah mempelajari ajaran-ajaran Ahlul Bait as. secara seksama, yaitu melakukan musyawarah yang intens dan memohon petunjuk dari Allah swt. dengan melakukan istikharah. Dua cara ini diajarkan juga oleh Ahlul Bait as. Mereka menyatakan, “ Tidak lah rugi orang yang ber-istikharah dan tidak lah menyesal orang yang bermusyawarah “.
Sikap bisa berubah dan berbeda karena perubahan dan perbedaan situasi dan kondisi, tapi ada yang tidak berubah dan berbeda dari Ahlul Bait as., yaitu mereka tetap secara konsisten dan komitmen menjaga kemurnian agama Islam dari segala bentuk penyimpangan dan penyelewengan. Cara dan sikap bisa berubah dan berbeda, namun mempertahankan kebenaran tidak akan pernah berubah dalam semua situasi dan kondisi.
Gonjang-ganjing sosial politik yang melanda hampir seluruh wilayah negeri yang kita cintai ini, meskipun sumbernya hanya berada di satu wilayah di Indonesia, telah menimbulkan banyak spekulasi; bisa menguntungkan dan bisa merugikan kita. Karena itu, kita perlu kembali ke referensi yang benar, yaitu ajaran Ahlul Bait as. dan melakukan musyawarah serta barangkali memohon petunjuk dari Allah swt. dengan ber-istikharah. Apapun hasilnya dari kajian, musyawarah serta istikharah kita jalankan sembari kita serahkan kepada Allah swt. “ Fa idza ‘azamta fa tawakkal ‘ala Allah “.(Husein Alkaff)